Sejarah gedung ini tak lepas dari sejarah perkeretaapian di
indonesia karena dibangun sebagai Het Hoofdkantoor Van de Nederlandsch –
Indische Spoorweg Maatscappij (NIS) yaitu kantor pusat NIS, perusahaan kereta
api swasta di masa pemerintahan Hindia belanda yang pertama kali membangun
jalur kereta api di Indonesia menghubungkan Semarang dengan “Vorstenlanden”
(Surakarta dan Yogyakarta) dengan jalur pertamanya Jalur Semarang Temanggung
1867.
Awalnya administrasi NIS diselenggarakan di Stasiun Semarang
NIS. Pertumbuhan jaringan yang pesat diikuti bertambahnya kebutuhan ruang kerja
sehingga diputuskan membangun kantor administrasi di lokasi baru. Pilihan jatuh
pada lahan di pinggir kota dekat kediaman Residen Hindia Belanda, di ujung
selatan Bodjongweg Semarang. Direksi NOS menyerahkan perencanaan gedung ini
kepada Prof Jacob F Klinkhamer dan B.J Ouendag, arsitek dari Amsterdam Belanda.
Pelaksanaan pambangunan dimulai 27 Februari 1904 dan selesai
1907. Kondisi tanah di jalan harus mengalami perbaikan terlebih dahulu dengan
penggalian sedalam 4 meter dan diganti dengan lapisan vulkanis. Bangunan
pertama yang dikerjakan adalah rumah penjaga dan bangunan percetakan,
dilanjutkan dengan bangunan utama. Setelah dipergunakan beberapa tahun,
perluasan kantor dilaksanakan dengan membuat bangunan tambahan pada tahun 1916
– 1918.
Pada tahun 1873 rel kereta api pertama di Hindia Belanda
selesai dibangun. Jalan itu dibangun oleh Nederlandsch Indische Spoorweg
maatschappij (NIS), suatu perusahaan swasta yang mendapat konsesi dari
pemerintah kolonial untuk menghubungkan daerah pertanian yang subur di Jawa
Tengah dengan kota pelabuhan Semarang (Durrant, 1972). Stasiun di Semarang yang
berada di tambaksari tidak jauh dari pelabuhan.
Pada peralihan abad ke-20 NIS membangun stasiun stasiun baru
yang besar. Pada tahun 1914 stasiun Tambaksari digantikan oleh Stasiun Tawang.
Sebelumnya pada tahun 1908 selesai dibangun pula kantor pusat NIS yang baru,
bangunan itu berada di ujung jalan Bodjong, di Wilhelmina Plein berseberangan
dengan kediaman gubernur.
Kantor pusat NIS yang baru itu adalah bangunan besar 2
lantai berbentuk “L” yang dirancang oleh J.F Klinkhamer dan Ouendag dalam gaya
Renaissance Revival (Sudrajat,1991). Menurut Sudrajat pembangunan kantor pusat
NIS di Semarang adalah tipikal 2 dasawarsa awal abad 20 ketika diperkenalkan
politik etis, ketika itu “… Muncul kebutuhan yang cukup besar untuk mendirikan
bangunan bangunan publik dan perumahan, akibat perluasan daerah jajahan,
desentralisasi administrasi kolonial dan pertumbuhan usaha swasta”.
Penduduk Semarang memberinya nama “Lawang Sewu” (pintu
seribu), mengacu pada pintu pintunya yang sangat banyak, yang merupakan usaha
para arsiteknya untuk membangun gedung kantor modern yang sesuai dengan iklim
tropis Semarang. Semua bahan bangunan didatangkan dari Eropa kecuali batu bata,
batu alam dan kayu jati.
Pada saat yang bersamaan Angkatan Muda Kereta Api (AMKA)
berusaha mengambil alih kereta api, pertempuran pecah antara pemuda dan tentara
Jepang, belasan pemuda terbunuh di gedung ini, 5 diantara mereka dimakamkan di
halaman (tetapi pada tahun 1975 jenazah mereka dipindah ke Taman Makam
Pahlawan). Di depan Lawang Sewu berdiri monumen untuk memperingati mereka yang
gugur di Pertempuran Lima Hari.
Sesaat setelah kemerdekaan Lawang Sewu digunakan Kantor
Perusahaan Kereta Api, kemudian militer mengambil alih gedung ini, tetapi
sekarang telah kembali ke tangan PT KAI.
Disebut Lawang Sewu (Seribu Pintu), ini dikarenakan bangunan
tersebut memiliki pintu yang sangat banyak. Kenyataannya, pintu yang ada tidak
sampai seribu. Bangunan ini memiliki banyak jendela tinggi dan lebar, sehingga
masyarakat sering menganggapnya sebagai pintu.
Bangunan utama Lawang Sewu berupa tiga lantai bangunan yang
memiliki dua sayap membentang ke bagian kanan dan kiri bagian. Jika pengunjung
memasukkan bangunan utama, mereka akan menemukan tangga besar ke lantai dua. Di
antara tangga ada kaca besar menunjukkan gambar dua wanita muda Belanda yang
terbuat dari gelas. Semua struktur bangunan, pintu dan jendela mengadaptasi
gaya arsitektur Belanda. Dengan segala keeksotisan dan keindahannya Lawang Sewu
ini merupakan salah satu tempat yang indah untuk Pre Wedding.
Setelah cukup lama lawang sewu seperti tak terurus, akhirnya
Lawang Sewu dilakukan pemugaran yang memakan waktu cukup lama, akhirnya selesai
pada akhir Juni 2011 dan kembali dibuka untuk umum setelah pada tanggal 5 Juli
2011 diresmikan oleh Ibu Negara Ani Bambang Yudhoyono dan dilanjutkan dengan
event Pameran Kriya Unggulan Nusantara yang menampilkan produk produk
tradisional dari seluruh Nusantara.
Berapakan sebenarnya jumlah pintu dari Lawang Sewu?
Seperti Kepulauan Seribu yang jumlah pulau yang sebenarnya
tak sampai 1.000, karena tercatat hanya 342 buah bulau saja. Sebutan “Sewu”
[Jawa: Seribu], merupakan penggambaran sedemikian banyaknya jumlah pintunya.
Menurut guide lawang sewu, jumlah lubang pintunya terhitung sebanyak 429 buah,
dengan daun pintu lebih dari 1.200 (sebagian pintu dengan 2 daun pintu, dan
sebagian dengan menggunakan 4 daun pintu, yang terdiri dari 2 daun pintu jenis
ayun [dengan engsel], ditambah 2 daun pintu lagi jenis sliding door/pintu
geser).
Buka dari jam Jam buka 07.00 samapi 21.00 WIB , untuk masuk
ke kawasan Gedung Lawang Sewu , kita harus membayar tiket:
Tiket dewasa : Rp. 10.000
Anak-anak : Rp. 5.000
Pelajar : Rp. 5.000
Sumber : seputarsemarang.com
0 comments:
Post a Comment